Pernahkah Anda sebagai orang tua
mengalami kegalauan dan merasa bingung ketika anak marah, menangis, bahkan
sampai berguling-guling di lantai?
Salah satu masalah yang sering
dihadapi orang tua yang memiliki anak-anak adalah TANTRUM.
Tantrum adalah luapan emosi
kemarahan pada anak yang tidak terkontrol. Pada umumnya tantrum terjadi pada
anak-anak yang berusia 1 sampai 3 tahun.
Perilaku yang ditunjukkan pada saat tantrum antara lain : meraung,
menjerit, menangis, menghentakkan kaki bahkan berguling-guling di lantai.
Nah, tantrum harus diatasi dengan
benar dan bijaksana sejak dini. Bila tidak, maka anak akan menggunakan tantrum
untuk memanipulasi orang tua dan orang-orang tertentu. Anak pun akan tumbuh
menjadi anak yang egois.
Apa yang harus dilakukan oleh
orangtua apabila anak sedang tantrum?
#1. Orang tua harus tetap tenang.
Usahakan untuk tetap tenang.
Hindari berteriak, mengguncang, membentak, memukul anak, ataupun menjerit
membalas kemarahan anak. TSeringkali orangtua semakin terpancing saat anak
tantrum. Karena situasi akan menjadi lebih buruk.
Jika dibutuhkan, menjauhlah
sesaat agar dapat menenangkan diri. Tarik nafas, jernihkan pikiran. Ketenangan
orangtua akan membantu anak dapat mengendalikan diri.
#2. Alihkan perhatian anak.
Perlihatkan sesuatu yang dapat
menarik perhatiannya, atau ajak anak melakukan hal seru yang ia sukai, atau
tawarkan untuk membacakan cerita. Sangat penting bagi orangtua untuk
mengetahui apa saja yang dapat
mengalihkan perhatian anak. Ini adalah pengetahuan dasar yang harus diketahui
oleh setiap orangtua.
#3. Pindahkan anak ke lokasi yang
lebih aman.
Jika anak tidak bisa tenang,
terlebih lagi jika anak cenderung suka melempar apa yang ada di sekeliling
mereka atau berguling-guling di lantai saat tantrum. Maka pindahkan ke tempat
dimana ia bebas berguling-guling atau menangis yang tidak ada barang-barang di
sekitarnya yang bisa mereka rusak.
Bila anak tantrum di tempat umum,
jangan pernah sekalipun meninggalkan anak sendirian di keramaian. Sebaiknya
bawa anak keluar segera dari keramaian dan cari tempat aman, atau membawa anak
kembali ke mobil dan menunggu anak tenang dan berbicara pada anak.
#4. Jangan menyerah dan mengikuti
keingingan anak.
Bila orangtua mengalah dan
menyerah, anak akan menangkap bahwa ia dapat memperoleh keinginannya dengan
cara tantrum. Akibatnya, anak kemungkinan menunjukkan perilaku tantrum dengan
sengaja di kemudian hari untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Anak akan belajar dan menjadikan
itu sebagai senjata, dengan menangis maka orangtua akan memberikan apa yang
diinginkannya.
#5. Jangan membujuk anak dengan
imbalan agar dapat menghentikan kemarahannya.
Karena anak akan belajar untuk
mendapatkan imbalan.
Jangan memberikan perhatian
kepada anak yang sedang meraung-raung. Abaikan tangisannya dan biarkan
kemarahannya reda dengan sendirinya.
#6. Jangan berespons terhadap
keinginan anak sampai ia berhenti tantrum.
Beresponlah jika anak sudah
tenang. Anak harus belajar bahwa setiap keinginan harus disampaikan dengan
baik, bukan dengan marah, berteriak, dan menangis. Anak perlu belajar dan
mengerti bahwa orangtualah yang memiliki otoritas, bukan mereka. Artinya,
mereka boleh mengungkapkan keinginan dengan cara yang baik, namun tidak semua
keinginan mereka harus dipenuhi.
#7. Berikan pelukan dan ajak anak
bicara setelah tantrumnya reda.
Jika anak sudah tenang, orangtua
perlu memberikan anak-anak pengertian mengenai sikap-sikap yang baik dan
mengajari anak cara mengungkapkan keinginan mereka dengan baik. Jika orangtua
hanya membiarkan saja, tanpa memberikan pengertian bahwa apa yang dilakukan
adalah salah, maka anak tidak akan belajar dari kejadian tersebut dan akan
menganggap bahwa tantrum adalah hal yang biasa. Ajaklah anak untuk mengelola
diri mereka agar menjadi lebih baik.
Bagaimana mencegah tantrum pada
anak ?
#1. Kenali penyebab anak menjadi
tantrum.
Apakah anak sedang lapar, bosan,
lelah, sakit atau frustasi? Apakah anak sedang stress? Apakah anak sedang
mencari perhatian? Apakah anak sedang marah karena tidak mendapatkan
keinginannya? Apakah anak tidak memahami apa yang orangtua minta atau
sebaliknya anak sulit mengungkapkan keinginannya. Misalnya, karena keterbatasan
bahasa, anak balita menyampaikan emosinya lewat sikap tantrumnya karena
kesulitan mengungkapkan keinginannya dengan kata-kata.
Untuk dapat mengetahuinya, orang
tua perlu mengamati kapan anak cenderung mudah marah, apa penyebabnya, kapan
saja anak bisa tidak marah dan menurut, kondisi emosinya saat ia sakit atau
kelelahan, dan lain sebagainya. Dari hasil pengamatan itulah orangtua dapat
mencari solusi atau menghidari tantrum.
#2. Perhatikan gejala awal anak
tantrum.
Biasanya, sebelum anak
benar-benar “meledak”, mereka akan menunjukkan tanda-tanda merasa “kesulitan”
atau frustrasi. Misalnya seperti mereka tampak tidak sabar menyelesaikan
sesuatu, membuang apa yang ada di tangannya, menarik napas dalam-dalam, atau
perubahan mimik wajahnya. Bila tanda-tanda semacam ini sudah mulai terlihat, segera
berikan pertolongan pertama dengan mengalihkan perhatiannya.
#3. Orangtua harus tegas dan
konsisten.
Tegas dan konsisten adalah kunci
mencegah tantrum pada anak. Bila orangtua tidak tegas dan luluh karena tangisan
anak, maka anak akan mendapatkan pesan bahwa orangtua dapat dikendalikan dengan
tangisannya.
Jika kita memang tidak ingin
menuruti keinginan anak, tetaplah konsisten dengan keputusan dan berpendirian
teguh. Jangan terjebak karena tangisan anak.
#4. Jelaskan aturan dan harapan
orangtua.
Jika ingin mengajak anak ke
tempat umum, misal ingin pergi ke mall, maka berikan peringatan sebelum
meninggalkan rumah. Katakan bahwa tidak ada teriakan, tangisan, jeritan dan
rengekan di mall. Anak harus mengerti bahwa bila anak berkelakuan buruk di mall,
anak akan mendapatkan konsekuensi, misalnya akan langsung pulang ke rumah.
#5. Berikan contoh yang baik
kepada anak.
Hal lain yang dapat memengaruhi anak menjadi tantrum adalah anak
mencontoh orangtuanya. Bagaimana cara orangtua menyalurkan kemarahan dapat
memberi inspirasi pada anak. Orangtua yang biasa melampiaskan kemarahan dengan
berteriak, membanting barang, atau bahkan merusak segala sesuatunya di depan
anak-anaknya, besar kemungkinan akan dicontoh oleh balita. Anak akan menganggap
cara seperti itu tidaklah salah karena anak terbiasa melihatnya.
Anak akan belajar dari orangtua
yang tidak dapat mengelola emosi ataupun berteriak-teriak saat frustasi!
#6. Berbicara dengan baik pada
anak.
Ajak anak berbicara terbuka
mengenai perasaannya dan jaga hubungan baik dengan anak. Penting bagi anak
untuk menyadari bahwa dia boleh kecewa, tetapi tidak boleh menunjukkan dengan
sikap yang tidak sopan. Dengan anak yang lebih besar, bicarakan dengannya lalu
membahas apa yang membuatnya marah serta cara yang dapat dilakukannya untuk
mengatasinya dengan lebih baik nanti.
#7. Orang tua perlu belajar
mengantisipasi.
Perlu mengantisipasi dan melihat
kondisi mana yang sekiranya bisa menimbulkan tantrum pada anak. Misalnya bila
anak tergolong anak yang mudah bosan dan tidak betah berlama-lama di tempat
baru, ada baiknya kita tidak mengajak anak bepergian dalam waktu yang cukup
lama. Antisipasi dengan membatasi waktu bepergian bersama anak misalnya
maksimal hanya 2 jam saja. Bila terlalu lama, ada kemungkinan besar anak akan
mengeluarkan tantrumnya di tempat umum.
Kesimpulannya, TANTRUM bukanlah
suatu penyakit berbahaya, namun jika orangtua membiarkannya berlarut-larut dan
tidak pernah memberikan solusi yang benar kepada anak, maka perkembangan
emosional anak dapat terganggu.
Tetapi …. carilah bantuan kepada
dokter anak atau psikolog anak jika anak mengamuk terjadi beberapa kali sehari,
semakin parah, tantrum berlangsung lama, atau jika anak membahayakan diri
sendiri, orang lain atau barang-barang selama mengamuk.
0 comments:
Post a Comment