Rasanya bahagia jika antar saudara kandung bisa hidup rukun
bersama. Ini adalah kerinduan setiap orangtua. Namun kenyataannya, anak-anak
yang tinggal dalam satu rumah pasti akan mengalami sibling rivalry.
Sibling rivalry bisa diartikan sebagai kompetisi antar
saudara kandung, baik antar saudara kandung yang berjenis kelamin sama ataupun
berbeda. Kompetisi ini bisa berwujud rasa iri hati atau cemburu, persaingan dan
juga pertengkaran. Bersaing untuk mendapatkan sesuatu, seperti perhatian
orangtua atau mainan baru. Bisa juga bersaing untuk membuktikan sesuatu,
seperti berusaha menjadi yang paling berprestasi dalam keluarga, menjadi yang
paling disayang oleh orangtua, paling banyak teman, dan lain-lain.
Sibling rivalry bisa mulai terlihat saat hadirnya sang adik.
Ada anak yang menunjukkan sikap senang dengan hadirnya sang adik, tetapi banyak
yang mulai menunjukkan sikap makin rewel atau semakin tidak mau berpisah dengan
ibunya. Ia merasa tidak lagi menjadi yang paling istimewa, karena perhatian
orangtua tercurah pada adiknya, waktu bermainnya dengan orang tua berkurang dan
keinginannya tidak lagi paling diutamakan.
Persaingan bisa pula berlanjut sampai dewasa, hanya saja
berbeda bentuknya. Saat masih anak-anak, yang diperebutkan adalah berebut
mainan atau waktu bersama dengan orangtua. Beranjak remaja, bisa muncul karena
merasa tugas dan perannya tidak adil dengan yang lainnya, misalnya orangtua
dianggap berlebihan atau tidak adil dalam membagi tugas. Contoh: kakak marah
karena dia ditugaskan membersihkan meja makan, sementara adiknya boleh langsung
menonton TV.
Menjelang dewasa, persaingan bisa berbentuk usaha untuk
menjadi “lebih” daripada saudara kandungnya, saling memperlihatkan prestasi
yang telah dicapai masing-masing dan ingin menunjukkan keunikan diri sendiri.
Hal yang dimulai dengan rasa iri hati atau persaingan, bisa
berlanjut dengan permusuhan yang mempengaruhi hubungan antar saudara dengan
munculnya berbagai pertentangan dengan saudara kandung. Seringkali muncul
berupa tingkah laku dengan sikap agresif pada orangtua dan saudaranya, perilaku
yang tidak taat pada orangtua, mengkritik, mengadu, tidak mau mengalah dengan
saudara, mencari perhatian secara berlebihan. Bisa juga mengakibatkan anak
menjadi minder dan menarik diri, karena merasa orangtua lebih memenuhi
kebutuhan saudaranya daripada dirinya.
Sebenarnya wajar jika muncul persaingan antar saudara kandung.
Semua saudara kandung pasti pernah berkelahi dan bertengkar kecil. Tetapi perlu
mendapat perhatian lebih lanjut dan penanganan orangtua apabila :
Konflik yang terus menerus dan semakin meningkat.
Perdebatan yang memuncak. Misalnya : mengejek dengan sebutan,
berteriak, atau memaki.
Sikap agresif seperti menyerang, mencakar, memukul,
menendang, meninju.
Permusuhan yang semakin besar, seperti saling merusak barang
milik saudaranya atau merusak hubungan satu dengan yang lain.
Kondisi emosional yang memburuk. Yaitu salah satu atau
keduangan merasa tidak disayang atau merasa di-anak tirikan.
Nah, orangtua memegang peran penting meminimalkan dampak
persaingan antar saudara kandung agar dapat diatasi dengan baik. Bagaimana caranya?
#1. Jangan pernah membandingkan anak. Jangan katakan :
“Kenapa kamu tidak bisa seperti kakakmu ?” atau “Coba liat contoh sikap adik
kamu, lebih baik dari kamu !”
Maksud orangtua mungkin untuk memotivasi anak supaya lebih
baik, tetapi disadari atau tidak, ini pelan-pelan dapat menumbuhkan rasa iri
dan tidak suka pada saudara kandungnya. Anak-anak jadi saling berusaha merebut
perhatian atau pengakuan dari orangtua atau sebaliknya malah menjauh dari
keluarga. Setiap anak perlu mendapat penghargaan akan keunikan pribadinya.
#2. Kembangkan keunikan anak. Jika setiap anak bersaing
untuk menentukan siapa dirinya akan memicu persaingan. Orangtua lebih baik
memberi tahu bakat istimewa yang dimiliki setiap anak, yang menjadikan dirinya
berbeda dengan saudaranya yang lain.
Misalnya, jika anak berbakat dalam melukis, dia yang akan
mendapat buku gambar dan mengikuti les lukis.
Anak lain memiliki bakat yang berbeda, maka akan didukung untuk
mengembangkan bakatnya.
Hal ini untuk
mengembangkan keunikan setiap anak agar mereka tidak bersaing.
#3. Memberi perhatian dan kasih sayang yang proporsional
untuk setiap anak. Setiap anak mendapat
porsi untuk kasih sayang dan perhatian orangtua, menyediakan waktu berinteraksi
dengan setiap anak. Tidak hanya perhatian, penerapan disiplin juga ada porsinya
untuk setiap anak. Menghindari adanya ‘anak favorit’ atau ‘anak emas’.
Ada penelitian yang dilakukan oleh Katherine Conger, seorang
sosiolog keluarga di UCD. Ia mengunjungi 384 rumah anak remaja yang tinggal
bersama saudara-saudara, selama tiga kali dalam kurun waktu tiga tahun, untuk
melihat cara mereka berinteraksi dalam keluarga. Ia menyimpulkan bahwa 65% ibu
dan 70% ayah memperlihatkan kecenderungan lebih menyukai salah satu anak (ada
anak kesayangan).
#4. Hindari keadaan yang dapat memicu persaingan. Misalnya :
“Siapa yang bisa memakai baju paling rapi?”, “Siapa yang paling sering sikat
gigi dalam minggu ini?”. Lebih baik mengajarkan anak untuk dapat bekerja sama.
#5. Mengakui dan menerima perasaan setiap anak, termasuk
perasaan kesal dan marah. Wajar jika
anak-anak merasa kesal pada orangtua atau saudara kandungnya. Mengabaikan
begitu saja perasaan mereka akan membuat perasaan mereka terluka. Mengakui
perasaan anak saat itu tanpa menghakimi benar atau salah akan membantu anak
belajar menguasai emosinya. Anak akan belajar bahwa meskipun ia kesal pada
saudara kandungnya, tidak harus diikuti dengan memukul saudara kandungnya.
#6. Mengajar anak melihat dari sisi lain. Anak-anak sering terlalu memikirkan perasaan
diperlakukan tidak adil dan tidak berpikir bagaimana perasaan orang lain. Jadi
minta mereka, “Sekarang lihat dari sisi lain. Bagaimana perasaan kakakmu?” atau
“Jika kamu di posisi adikmu, bagaimana perasaan kamu?”
#7. Menangani konflik dengan bijak. Saat anak-anak bertengkar, orangtua sebaiknya
tidak segera ‘lompat’ mengatasi masalah. Biarkan mereka berusaha menyelesaikan
dulu. Jika orangtua intervensi, sebaiknya orangtua tidak membela yang satu dan
menyalahkan yang lain, misalnya: “kakak harus ngalah dengan adik”. Mencari
siapa yang benar dan salah akan memunculkan perasaan bersalah di salah satu
anak dan perasaan berkuasa pada anak lainnya. Lama-kelamaan yang satu merasa
disisihkan dari yang lain, merasa diperlakukan tidak adil, pada akhirnya
berdampak pada persaingan yang makin tidak sehat.
Jika anak bertengkar, sebaiknya sikap orangtua :
Tetap netral. Kebanyakan penelitian menemukan bahwa semakin
orangtua terlibat dalam pertengkaran anak-anak, akan semakin besar kemungkinan
mereka terlibat dalam pertengkaran antar saudara. Mereka perlu belajar cara
mengatasi masalah sendiri. Jadi, jangan turun tangan sebelum perdebatan
memuncak. Jika konflik semakin panas, tetaplah netral dan beri saran jika
anak-anak menemui jalan buntu.
Beri kesempatan setiap anak untuk bercerita. Dalam kasus
sakit hati atau bertengkar, beri giliran kepada setiap anak untuk menjelaskan
yang terjadi. Dengan demikian orangtua membantu setiap anak dan mereka merasa
didengarkan. Ketika masing-masing anak bicara, minta saudaranya untuk
memperhatikannya dan benar-benar mendengarkan. Tidak boleh ada interupsi dan
semua mendapat giliran. Orangtua perlu mengatur waktu untuk setiap anak
memiliki “waktu bicara yang sama banyak.” Setelah saudaranya selesai bicara,
kita dapat menanyakan, “Apa yang kamu lakukan untuk menyelesaikan masalah ini?”
Jangan bertanya : “Siapa yang memulai?”
Karena hanya akan mendapatkan versi satu pihak yang justru akan
memperbesar konflik lebih lanjut.
Antisipasi dan alihkan. Jika orangtua melihat emosi mereka
sudah mulai meningkat atau kesabaran salah satu anak sudah maksimal, itulah
saatnya untuk “mengalihkan atau memisahkan.” “Bagaimana kalo kalian memisahkan
diri dulu selama lima menit?” Gunakan strategi ini hanya sebelum konflik mereka
mencapai puncaknya.
#8. Adakan pertemuan keluarga rutin. Pertemuan ini untuk
memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk mengekspresikan perasaan dan
masalahnya, serta membicarakan bagaimana mengatasi masalah tersebut. Nah, ada
hal yang sangat baik yang bisa dilakukan untuk memulai pertemuan, yaitu dengan
meminta setiap anggota keluarga menyebutkan kebaikan saudaranya pada hari
tersebut. Walaupun pada awalnya sulit, tetapi jika terus berusaha, maka
anak-anak sebenarnya mulai berpikir tentang hal-hal yang baik mengenai
saudaranya.
Well, ketahuilah bahwa hubungan dengan saudara kandung
adalah salah satu hubungan yang paling lama dimiliki selain hubungan dengan
orangtua. Memiliki hubungan yang baik dengan saudara kandung akan menjadi salah
satu dukungan utama saat setiap orang mengalami kesulitan, tantangan, dan
perubahan hidup.
(Sumber : Big Book of Parenting Solution)
0 comments:
Post a Comment