Pendalaman: Sangkal diri harga yang harus di bayar oleh setiap hati yang mengikut YESUS KRISTUS dengan setia sampai akhir
Panggilan Kristiani tertinggi dalam hal mengikut Yesus Kristus adalah
menyangkal diri dan memikul salib (Matius 16:24). Ah, siapa yang suka?
Dapat dipastikan, tidak akan ada yang menyukainya. Sekalipun dalam basa
basi agama hal ini sering terucap. Namun, dalam kenyataan hal itu susah
terlihat. Manusia sangat mencintai dirinya. Bagaimana mungkin dia
diminta untuk menyangkalinya? Narsis, individualis, egois, adalah natur
berdosa yang sering kali mencolok dalam kehidupan ini. Karna itu,
menjadi pertanyaan penting sejauh mana kita mencintai DIA dan mengikuti
perintah NYA.
Sangkal diri, bukanlah menyiksa diri (askese)
seperti yang banyak dilakukan umat diabad pertengahan. Atau ritual puasa
yang dijalankan untuk menunjukkan penyesalan atau sebaliknya, yaitu
kesalehan. Sangkal diri adalah penguasaan diri atas keinginan diri. Ada
banyak keinginan kita yang tak bertepi. Mulai dari materi yang tak
pernah cukup sehingga kita melegalisasi segala cara. Keinginan tubuh
yang yang tak pernah puas, yang membuat kita rela menghabiskan uang yang
tidak sedikit. Namun jika soal pelayanan kita bisa jadi sangat
perhitungan untung rugi. Pakaian, makanan, hiburan, gaya hidup yang
berubah menjadi identitas dan harga diri. Belum lagi soal emosi yang
seringkali tidak terkendali. Mengumbar marah, dan selalu mau menang
sendiri. Sangkal diri, adalah penguasaan diri dengan pertolongan Roh
Kudus sebagai buah hidup orang percaya yang sudah semestinya ada dan
nyata. Sehingga, setiap keinginan yang ada dapat diredam dan kita
belajar hidup cukup dalam rasa syukur. Tak hidup memuaskan diri,
melainkan rela berbagi dengan sesama. Dengan sangkal diri hidup tak lagi
self oriented, melainkan Christ oriented (Filipi 2:5-8). Dengan sangkal
diri kita membangun hidup yang penuh arti, dan selalu menjadi saksi
NYA.
Sementara pikul salib, juga bukan penderitaan, atau aniaya,
karena kesalahan sendiri. Itu adalah konsekwensi logis sebab akibat.
Pikul salib adalah penderitaan karena kebenaran. Itu sebab dalam khotbah
di bukit Tuhan Yesus berkata; Berbahagialah orang yang dianiaya karena
kebenaran, sebab merekalah yang empunya Kerajaan sorga (Matius 5:10).
Kebenaran memang membawa kita pada situasi tidak nyaman. Terasing dari
jalan dunia yang memuaskan kedagingan. Tak bisa menghalalkan segala cara
untuk mencapai yang diinginkan. Dan, cemooh atau fitnah yang menghujam
deras, mencabik harga diri, namun harus tetap menahan diri. betapa tidak
nyamannya. Pikul salib bukan tak boleh hidup kaya, atau tak boleh makan
enak, melainkan hidup berbeda dengan nilai dunia. Semua yang kita
lakukan harus mencerminkan kebenaran yang seutuhnya. Nah, konsekwensi
yang datang dari hidup benar, itulah pikul salib. Sudah bisa dibayangkan
betapa beratnya hidup benar diantara orang tidak benar, atau hidup
terang dikegelapan hidup. Namun inilah panggilan Kristiani yang harus
kita jawab.
Dikematian NYA diatas kayu salib, Yesus Kristus telah
mengalahkan dosa. Namun jangan lupa, untuk itu DIA menyangkal ke
Illahian NYA, menjadi sama dengan manusia. Dan, DIA telah rela diolok
dan memikul salib menuju bukit Golgota. Banyak perempuan Sion yang
menangisi diri NYA, namun dengan tegas Yesus berkata; Tangisilah dirimu
sendiri! Kebenaran menjadi kekuatan utama menjalani perjalanan salib.
Karena itu sangkal diri dan pikul salib bukan malapetaka, melainkan
panggilan bahagia. Ada kekuatan yang luar biasa, yaitu kasih Kristus
yang menyukakan hati. Seorang ibu menjadi kuat membesarkan anaknya,
bahkan dikesendiriannya, itu karena kasih pada anaknya. Terlebih lagi
kasih Yesus Kristus yang maha besar dan tak terhingga itu.
Kasih dalam kematian diatas kayu salib, dan kuasa kebangkitan yang mutlak telah nyata didalam Yesus Kristus. Giliran kita mendemonstrasikan kuasa salib Kristus sebagai panggilan Kristiani, tapi bukan demo keagamaan.
Ketika kematian bukan lagi masalah, maka hidup kita mestinya adalah pengabdian tiada henti kepada KRISTUS.amin
0 comments:
Post a Comment